Pak Presiden, Sektor Pertanian dan UMKM Masih Butuh Impor

Nasional13 Dilihat

Sektor pertanian dan Usaha Mikro Kecil Mengengah(UMKM) hingga saat ini masih memerlukan produk impor dalam pengembangan usaha mereka. Oleh sebab itu, rencana Presiden Prabowo Subianto, untuk menghapus kebijakan kuota impor sebaiknya tidak mengabaikan kedua sektor ini.

Menurut Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin AK, pertanian dan UMKM merupakan sektor strategis, terutama dalam hal ketahanan ekonomi nasional. Komoditas pertanian, misalnya, memerlukan proteksi agar petani tidak kehilangan mata pencahariannya dan harga pangan lokal tetap stabil. “Penghapusan kuota impor harus tetap memperhatikan perlindungan bagi produk-produk yang rentan,” katanya di Jakarta.

Menurutnya, pelaku UMKM saat ini sudah menghadapi tekanan berat dari banjirnya produk impor. Padahal, UMKM berperan vital dalam perekonomian nasional karena menyerap hingga 90% tenaga kerja. Jika tidak ada pembatasan, sektor ini akan semakin tertekan dan sulit untuk bersaing. “Saat ini saja mereka sudah kelimpungan menghadapi serbuan barang-barang impor murah,” tegasnya.

Menurut Amin, tidak semua produk perlu dibatasi impornya. Ia mengusulkan empat kategori produk yang masih layak diimpor tanpa kuota, yakni: produk yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, produk yang diproduksi dalam jumlah terbatas, produk dengan spesifikasi teknis khusus yang belum tersedia secara lokal, dan produk yang menjadi input penting bagi industri dan UMKM.

Sebagai contoh, baku industri seperti garam, bahan kimia khusus, baja dan logam berkualitas tinggi masih perlu diimpor. Begitu pula dengan mesin produksi dan teknologi tinggi yang belum dapat dibuat dalam negeri.

Lebih lanjut, Amin juga menekankan pentingnya mendukung UMKM dengan menyediakan bahan setengah jadi seperti kain impor, aksesori, dan suku cadang industri kreatif. Untuk kebutuhan pangan, produk seperti kedelai, gandum, sapi bakalan, dan daging beku juga bisa masuk dalam daftar impor, asalkan kebutuhan dalam negeri belum terpenuhi. “Intinya, kebijakan impor harus dirancang agar adaptif terhadap kebutuhan industri nasional, tapi tetap berpihak pada kepentingan rakyat kecil,” ujar Amin.***